Waktu pertama kali denger kata hilirisasi, reaksi gue simpel Apaan tuh? Serius. Kedengeran kayak istilah berat yang cuma dipake pejabat pas pidato. Tapi makin ke sini, makin sering muncul di berita, di medsos, sampai jadi topik warung kopi. Akhirnya gue mutusin buat cari tahu. Dan hasilnya? Mindblowing.
Ternyata, hilirisasi itu adalah usaha buat mengolah sumber daya alam kita di dalam negeri, sebelum dijual ke luar. Supaya kita nggak cuma jadi tukang gali, tapi juga jadi produsen. Biar nilai tambahnya dinikmatin rakyat sini, bukan dibawa pergi bareng kapal ekspor.
Indonesia Gak Kurang Kaya, Kita Kurang Ngolah
Gue pernah ngebayangin, Indonesia tuh kayak orang yang punya ladang emas di halaman rumah, tapi tiap kali nemu bongkahan, langsung dijual mentah ke tetangga. Terus si tetangga olah, poles dikit, dikemas cakep, dan dijual balik ke kita. Harganya? Ya jelas 5x lipat. Sakitnya di situ.
Nah, itu yang selama ini terjadi. Misalnya nikel—bahan utama buat baterai mobil listrik. Indonesia punya cadangan nikel terbesar di dunia. Tapi dulu, kita ekspor dalam bentuk mentah. Nilainya kecil banget dibanding kalau udah jadi nickel matte atau precursor buat baterai. Baru sekarang-sekarang ini mulai berubah.
Hilirisasi Jalan Menuju Negara Maju
Setelah ngulik sana-sini, gue jadi ngerti: hilirisasi ini bukan sekadar kebijakan ekonomi. Ini strategi jangka panjang buat bikin Indonesia naik kelas. Karena negara maju itu biasanya bukan negara yang punya banyak sumber daya, tapi negara yang bisa mengolahnya.
Coba liat Jepang atau Korea Selatan. Mereka nggak punya banyak tambang, tapi bisa ekspor mobil, gadget, dan teknologi ke seluruh dunia. Kita? Punya semua bahan bakunya, tapi belum semua bisa kita olah.
Makanya pemerintah sekarang serius banget dorong hilirisasi. Mulai dari nikel, bauksit, tembaga, CPO (Crude Palm Oil), sampai sektor perikanan dan pertanian.
Jangan bayangin proses hilirisasi itu kayak nyalain lampu. Klik, langsung jadi. Gak semudah itu, bro. Di lapangan, tantangannya segunung.
Gue pernah ngobrol sama pengusaha kecil yang pengin bangun pabrik pengolahan hasil tani di Jawa Tengah. Masalahnya? Izin rumit, mesin mahal, akses ke pembeli besar itu kayak cari jarum di jerami. Akhirnya, dia tetep jual mentah ke tengkulak karena ya… cuma itu yang realistis saat itu.
Belum lagi isu lingkungan. Bangun smelter (pabrik pengolahan logam) bisa berdampak besar kalau gak dikontrol ketat. Air limbah, polusi udara, dampak ke masyarakat sekitar. Makanya, hilirisasi harus sejalan sama sustainability. Jangan sampai demi maju, malah ninggalin kerusakan.